Desa Wisata Penglipuran

Desa Wisata Penglipuran: Surga Tersembunyi di Bali

Di tengah hiruk pikuk pariwisata Bali yang modern, terdapat sebuah desa tradisional yang masih mempertahankan keaslian dan pesonanya, yaitu Desa Wisata Penglipuran. Terletak di Kabupaten Bangli, sekitar 45 kilometer dari Denpasar, desa ini menawarkan pengalaman yang berbeda bagi wisatawan yang ingin menjelajahi sisi lain Bali.

Sejarah dan Budaya

Desa Penglipuran didirikan pada abad ke-14 oleh seorang pendeta Hindu bernama Ki Pasek Ngakan. Menurut legenda, Ki Pasek Ngakan memimpin pengikutnya ke daerah terpencil ini untuk menghindari konflik dengan kerajaan yang berkuasa. Desa ini berkembang pesat selama berabad-abad dan menjadi pusat budaya dan agama bagi masyarakat sekitar.

Masyarakat Penglipuran dikenal sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan tradisi leluhur mereka. Mereka masih menjalankan sistem pemerintahan adat yang disebut "Desa Pakraman", di mana keputusan penting diambil melalui musyawarah. Desa ini juga memiliki sejumlah pura dan tempat suci yang menjadi pusat kegiatan keagamaan.

Arsitektur Tradisional

Salah satu hal yang paling menarik dari Desa Penglipuran adalah arsitektur tradisionalnya yang unik. Rumah-rumah di desa ini dibangun dengan gaya Bali yang khas, dengan atap jerami, dinding anyaman bambu, dan ukiran kayu yang rumit. Rumah-rumah tersebut tertata rapi dalam barisan yang sejajar, menghadap ke jalan utama desa.

Setiap rumah memiliki halaman depan yang ditanami bunga-bunga dan tanaman hias. Halaman-halaman ini dipisahkan oleh pagar bambu yang rendah, menciptakan suasana yang asri dan harmonis. Tata letak desa yang teratur dan bersih ini telah membuatnya mendapat julukan "Desa Terbersih di Dunia" dari majalah Green Destinations pada tahun 2012.

Budaya Gotong Royong

Masyarakat Penglipuran sangat menjunjung tinggi budaya gotong royong. Mereka bekerja sama untuk menjaga kebersihan dan ketertiban desa. Setiap pagi, penduduk desa bergotong royong membersihkan jalan-jalan dan halaman rumah mereka. Mereka juga secara teratur mengadakan kegiatan adat dan keagamaan bersama.

Budaya gotong royong ini telah menciptakan rasa kebersamaan dan harmoni yang kuat di antara penduduk desa. Mereka saling membantu dalam segala hal, dari membangun rumah hingga merayakan upacara adat.

Wisata Alam

Selain arsitektur tradisionalnya, Desa Penglipuran juga menawarkan keindahan alam yang memukau. Desa ini dikelilingi oleh sawah yang hijau subur, hutan bambu yang rimbun, dan sungai yang jernih. Pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang indah sambil berjalan-jalan atau bersepeda di sekitar desa.

Di bagian utara desa, terdapat sebuah air terjun yang disebut Air Terjun Penglipuran. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 20 meter dan dikelilingi oleh hutan yang lebat. Pengunjung dapat berenang di kolam alami di bawah air terjun atau sekadar menikmati keindahan alam sekitarnya.

Kegiatan Wisata

Ada berbagai kegiatan wisata yang dapat dilakukan di Desa Wisata Penglipuran, antara lain:

  • Tur Desa: Pengunjung dapat mengikuti tur berpemandu untuk menjelajahi desa dan mempelajari sejarah, budaya, dan arsitekturnya.
  • Kelas Memasak: Pengunjung dapat belajar memasak hidangan tradisional Bali di kelas memasak yang diadakan oleh penduduk desa.
  • Pertunjukan Tari: Pengunjung dapat menyaksikan pertunjukan tari tradisional Bali yang dibawakan oleh penari-penari lokal.
  • Belanja Kerajinan: Pengunjung dapat membeli berbagai kerajinan tangan tradisional Bali, seperti ukiran kayu, anyaman bambu, dan kain tenun.

Akomodasi dan Kuliner

Desa Penglipuran menawarkan beberapa pilihan akomodasi bagi wisatawan, mulai dari homestay hingga hotel butik. Pengunjung juga dapat menikmati berbagai kuliner tradisional Bali di warung-warung makan yang ada di desa.

Tips Berkunjung

  • Hormati adat istiadat dan tradisi masyarakat setempat.
  • Berpakaianlah dengan sopan saat mengunjungi pura dan tempat suci.
  • Jaga kebersihan dan ketertiban desa.
  • Hindari merokok dan membuang sampah sembarangan.
  • Berinteraksilah dengan penduduk desa untuk mendapatkan pengalaman yang lebih berkesan.

Kesimpulan

Desa Wisata Penglipuran adalah destinasi wisata yang unik dan memikat yang menawarkan pengalaman yang berbeda dari pariwisata Bali yang biasa. Dengan arsitektur tradisionalnya yang indah, budaya gotong royong yang kuat, dan keindahan alam yang memukau, desa ini merupakan tempat yang sempurna untuk melarikan diri dari keramaian dan hiruk pikuk dan mengalami sisi Bali yang lebih otentik.

Keunikan Arsitektur Tradisional

Desa Wisata Penglipuran terkenal dengan arsitektur tradisionalnya yang masih terjaga hingga saat ini. Rumah-rumah di desa ini dibangun dengan gaya arsitektur Bali yang khas, dengan atap berbahan ijuk dan dinding berbahan anyaman bambu. Setiap rumah memiliki halaman yang tertata rapi dengan tanaman hias dan bunga-bunga yang bermekaran.

Keunikan arsitektur Penglipuran terletak pada konsep "tri mandala", yang membagi desa menjadi tiga zona:

  • Nista Mandala (Zona Luar): Terletak di bagian paling luar desa, zona ini merupakan area untuk kegiatan sehari-hari, seperti pertanian dan perdagangan.
  • Madya Mandala (Zona Tengah): Merupakan area tempat tinggal penduduk desa. Rumah-rumah dibangun berjajar rapi di sepanjang jalan utama.
  • Utama Mandala (Zona Dalam): Terletak di bagian paling dalam desa, zona ini merupakan area suci yang dikhususkan untuk pura dan tempat upacara keagamaan.

Sistem Subak yang Harmonis

Selain arsitekturnya yang unik, Desa Wisata Penglipuran juga dikenal dengan sistem irigasi subak yang harmonis. Subak adalah sistem pengelolaan air tradisional Bali yang mengatur distribusi air untuk pertanian.

Di Penglipuran, sistem subak telah dijalankan secara turun-temurun selama berabad-abad. Air dari mata air dialihkan melalui saluran irigasi yang disebut "tegaling" ke sawah-sawah penduduk. Sistem ini memastikan bahwa setiap petani mendapatkan air yang cukup untuk mengairi lahannya.

Kerja sama dan gotong royong dalam pengelolaan subak telah menciptakan harmoni dan keseimbangan dalam masyarakat Penglipuran. Sistem ini juga menjadi simbol kearifan lokal dan kelestarian lingkungan.

Tradisi dan Budaya yang Lestari

Desa Wisata Penglipuran juga kaya akan tradisi dan budaya yang masih dilestarikan hingga saat ini. Salah satu tradisi yang paling terkenal adalah "Melasti", yaitu upacara penyucian benda-benda sakral sebelum Hari Raya Nyepi.

Dalam upacara Melasti, penduduk desa membawa benda-benda sakral dari pura ke pantai untuk dibersihkan. Upacara ini diikuti dengan ritual "mecaru", yaitu persembahan sesajen untuk membersihkan desa dari pengaruh negatif.

Selain Melasti, Penglipuran juga memiliki berbagai tradisi lainnya, seperti "Ngaben", upacara kremasi jenazah, dan "Mekotek", upacara potong gigi yang menandai kedewasaan. Tradisi-tradisi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Penglipuran dan memperkuat ikatan sosial di antara mereka.

Ekowisata dan Pelestarian Lingkungan

Desa Wisata Penglipuran juga mempromosikan ekowisata dan pelestarian lingkungan. Desa ini dikelilingi oleh hutan bambu yang lebat dan sungai yang jernih. Pengunjung dapat menikmati keindahan alam dengan berjalan kaki atau bersepeda di sepanjang jalan setapak yang telah disediakan.

Pemerintah desa juga menerapkan berbagai kebijakan untuk melindungi lingkungan, seperti pelarangan penggunaan plastik sekali pakai dan pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Upaya-upaya ini bertujuan untuk menjaga kelestarian alam Penglipuran dan memastikan bahwa desa ini tetap menjadi destinasi wisata yang menarik dan berkelanjutan di masa depan.

Pemberdayaan Masyarakat dan Pariwisata Berkelanjutan

Pariwisata di Desa Wisata Penglipuran dikelola secara berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat setempat. Penduduk desa terlibat dalam berbagai aspek pariwisata, seperti penyediaan akomodasi, makanan, dan suvenir.

Hal ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga memastikan bahwa pariwisata bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Pariwisata berkelanjutan di Penglipuran juga mempromosikan pelestarian budaya dan lingkungan, serta memperkuat rasa memiliki masyarakat terhadap desa mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *